Politik Indonesia Pada Masa Orde Lama, Baru, dan Reformasi
Sejak proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru
sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya
bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan
doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui
berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia
dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah
disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode orde lama yang berpuncak
pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar
sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan
koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih
terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional
berlandaskan ideoligi sosialismekomunisme.
Konfigurasi politik, menurut
Dr. Moh. Mahfud MD, SH, mengandung arti sebagai susunan atau konstelasi
kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan
secara diametral, yaitu konfigurasi politik demokratisdan konfigurasi
politik otoriter.
Konfigurasi politik yang ada pada
periode orde lama membawa bangsa Indonesia berada dalam suatu rezim
pemerintahan yang otoriter dengan berbagai produk-produk hukum yang konservatif
dan pergeseran struktur pemerintahan yang lebih sentralistik melalui ketatnya
pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Pada masa ini pula
politik kepartaian sangat mendominasi konfigurasi politik yang terlihat melalui
revolusi fisik serta sistem yang otoriter sebagai esensi feodalisme. Sedangkan
dibawah kepemimpinan rezim Orde Baru yang mengakhiri tahapan tradisional
tersebut pembangunan politik hukum memasuki era lepas landas lewat proses
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan dengan pengharapan
Indonesia dapat menuju tahap kedewasaan (maturing society) dan selanjutnya
berkembang menuju bangsa yang adil dan makmur.
Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai
yang demokratis. Seperti juga di negara-negara
demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika
yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif
dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang
terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari
wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi
yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih
langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing.
Lembaga eksekutif berpusat pada
presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet
Presidensiil sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak
mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden yang
diusung oleh Partai juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk
di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat
kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan
strategis umumnya diisi oleh Menteri tanpa portofolio partai (berasal dari
seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif sejak masa
reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial,
dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi
para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.
Sistem Politik berarti
mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam strutkus politik dalam hubungan
satu sama lain yang menunjukkan satu proses yang langgeng. Sistem
Politik Indonesia berarti :
1.
Sistem politik yang pernah berlaku di Indonesia
(masa lampau)
2.
Sistem politik yang sedang berlaku di Indonesia
(masa sekarang)
3.
Sistem politik yang berlaku selama eksistensi
Indonesia masih ada (masa yang akan datang)
Di dalam dunia perpolitikan yang
terjadi di Indonesia, kalau semasa orde lama berbagai percobaan sistem
kenegaraan pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno, mulai dari percobaan adopsi
demokrasi ala barat yang puritan hingga demokrasi terpimpin. Namun,
ketika orde lama yang dimotori Soekarno tumbang, naiklah sebuah orde yang
dimotori oleh pihak militer ke jenjang kekuasaan pemerintahan yang dinamakan
orde baru. Sesuai dengan jiwa orang-orang yang berada di balik layar, maka
pemerintahan yang bergaya militer dan berciri-khaskan kebapakan (komandan)
serta terkurungnya berbagai kebebasan madani mulai berkembang.
Sejarah Sistem Politik Indonesia
bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam
menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di
dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar
menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena
sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem
bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian,
tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan
proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus
dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem,
pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.
Proses politik mengisyaratkan
harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem
untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam
menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik
zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi
liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut
moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat
prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam
masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh
ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa
dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan
internasional.
Masa transisi dalam sebuah
konstalasi politik negara merupakan periode rekonsolidasi antara kekuatan
politik yang menghendaki perubahan. Rekonsolidasi dilakukan dalam level elite
sekaligus upaya pelibatan basis massa rakyat sebagai pemegang legitimasi
negara. Masa transisi merupakan periode menentukan dalam sebuah perkembangan
politik, sehingga membutuhkan sebuah konsistensi, energi ekstra dan
konsolidasi dari kelompok progresif. Sebab, rekonsolidasi tidak hanya sekadar
menyatukan potensi kekuatan kelompok progresif, yang tidak kalah pentingnya
adalah bagaimana mengantisipasi kekuatan status quo (konservatif).
Bahkan, mengawal sebuah perubahan jauh lebih penting dari memulai perubahan.
Indonesia setidaknya telah mencatat dua era transisi yang penting, yakni era
peralihan Orde Lama ke Orde Baru dan Orde Baru ke Reformasi.
Peralihan rezim Orde Lama ke Orde
Baru dalam skop nasional selama ini dipahami melalui buku-buku teks yang memuat
kronologi sejarah nasional. Penulisan sejarah yang ‘monolog’ dan
cenderung pro-pemerintah (buku putih Orde Baru). Sedangkan proses jatuhnya
Orde Baru yang masih digolongkan sebagai sejarah kontemporer dapat diakses
secara luas dan variatif. Indonesia yang menganut sistem negara kesatuan, dalam
proses meraih legitimasinya hingga saat ini, kerap dihadapkan pada permasalahan
disintegrasi. Kondisi geografis yang terdiri dari ribuan pulau, realitas
multikultur, etnis, suku, dan agama menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga
kukuhnya integritas nasional. Dalam tinjauan historis, proses konsolidasi para
pemuda dapat terwujud melalui ikrar Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yang
selanjutnya menjadi bekal peneguhan visi mewujudkan kemerdekaan, hingga
lahirnya konsep negara kesatuan. Perjalanan sejarah lahirnya negara Indonesia
lahir melalui kesamaan visi melepaskan diri dari imprealisme sekaligus
merupakan wujud ikatan emosionil sebagai bangsa bekas jajahan Belanda.
Ciri Orde Lama, yang dilakukan
pada masa pemerintahan Soekarno adalah Yang Pertama,
sistem Presidensial dengan artian Presiden sebagai kepala negara yang
berjalan pada setiap priodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap pemerintah
dan rakyat. Yang Kedua, sistem Parlementer dengan artian perdana mentri
sebagai kepala negara, tetapi ada kelemahannya yakni masa jabatannya sangat
singkat dan pemerintahannya tidak stabil adapun kelebihannya pengakuan terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat besar. Yang
Ketiga, tentang Demokrasi Terpimpin dengan artian menjadi kepala negara seumur
hidup dan hampir pemerintahannya sangat otoriter. Adapun kegagalan dan
kelebihan pada Orde Lama ada, terutama kegagalan Orde Lama pada pemerintahan
Soekarno adalah masalah ekonomi yang kian turun, stabilitas politik-keamanan
sangat kurang, dan konstitusi yang tidak komitmen. Adapun keberhasilan pada
Orde Lama adalah nation building yang sangat kuat dan diplomasi luar-negri yang
sangat besar terhadap dunia. Akan tetapi menurut para politik ini semuanya
gagal dalam pemerintahan Orde Lama.
Ciri Orde Baru, yang dilakukan
pada masa pemerintahan Soeharto adalah Yang Pertama, wawasan kebangsaan
yang sangat lemah dan bersifat dogmatis atau doktrin yang terlalu
berlebihan. Yang Kedua, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang meraja
lela. Yang Ketiga, jiwa dan bathinnya yang kering. Adapun kegagalan dan
kelebihan pada Orde Baru ada, terutama kegagalan Orde Baru pada pemerintahan
Soeharto adalah ketidakadilan dalam sosial baik pemerintah maupun rakyat jelata
sekalipun sehingga timbulah korupsi pada jiwa bangsa ini, kurangnya membangun
keterbukaan politik. Adapun keberhasilan pada Orde Baru adalah pembangunan
fisik, yang amat disayangkan ialah tidak melihat sisi bathin masyarakat pada
masa itu, pertumbuhan ekonomi yang cukup baik saya kira pada era 1980 hingga
1996-an masyarakat masih merasakan rupiah pada waktu itu sampai kepada tahap no
urut 8 besar, itupun masih ada uang inggris yang tinggi pada waktu itu, lalu
stabilitas politik-keamanan yang sangat kuat dibandingkan pada masa Orde Baru.
Pengertian Otonomi Daerah
Sesuai Undang-Undang No. 32 tahun
2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mendefinisikan otonomi
daerah sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan juga mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa
pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada
desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
a. Kewenangan Otonomi Luas
Kewenangan otonomi luas berarti
keleluasaan daerah untuk melaksanakan pemerintahan yang meliputi semua aspek
pemerintahan kecuali bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri,
peradilan, agama, moneter & fiscal serta kewenangan pada aspek lainnya
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disisi lain keleluasaan otonomi
meliputi juga kewenangan yang utuh & bulat dalam penyelenggaraan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian hingga evaluasi.
b. Otonomi Nyata
Otonomi nyata berarti keleluasaan
daerah untuk menjalankan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara
nyata ada & diperlukan serta tumbuh hidup & berkembang di daerah.
c. Otonomi Yang Bertanggung Jawab
Otonomi yang bertanggung jawab
berarti berwujud pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak serta
kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah berupa
, pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
semakin tinggi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat
antara pusat & daerah serta antar daerah dalam usaha menjaga Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat & daerah yaitu :
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat & daerah yaitu :
Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur &
mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi merupakan
pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Tugas perbantuan yaitu
penugasan dari pemerintah kepada daerah & atau desa atau sebutan lain
dengan kewajiban melaporkan & mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada
yang menugaskan.
Kelebihan Otonomi Daerah
1.
Pemerintah Prov/KabKota mampu melihat kebutuhan
yang mendasar pada daerahnya untuk menjadi prioritas pembangunan.
2.
Dengan dilaksanakannya otoda maka pembangunan
didaerah tersebut akan maju, berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan
pelayanan, dan kesejahteraan rakyat.
3.
Daerah dapat mengatur sendiri tata kelola
pemerintahannya, PAD dengan membentuk perda sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
4.
Pemerintah daerah bersama rakyat didaerah itu
akan bersama-sama membangun daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.
Kekurangan Otonomi Daerah
1.
Pemda ada yang mengatur daerahnya dengan
menetapkan perda yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sehingga
berpotensi menimbulkan kerawanan di daerah.
2.
Kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka
besar peluangnya untuk munculnya raja-raja kecil yang berpotensi terjadinya
disitegrasi bangsa.
3.
Rentan terjadi permasalahan di daerah, misalnya
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4.
Peraturan yang ditetapkan pemerintah pusat,
kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi daerah tertentu, sehingga menimbulkan
salah pengertian yang dapat merugikan
pemda dan rakyat didaerah itu.
5.
Sering terjadi perbedaan kemajuan daerah satu
dengan daerah lain (kesenjangan), terutama dari segi bidang ekonomi.
Sumber :