Sabtu, 03 Januari 2015

ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA

1.      Etika Manusia dalam Berbudaya
Kata etika berasal dari bahasa yunani, yaitu etos, secara etimologis etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baik-buruk perbuatan manusia. Namun, etika memiliki makna yang bervariasi, bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika sebagai berikut.
a.       Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b.      Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud di sini adalah kode etik).
c.       Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk. disini etika sama artinya dengan filsafat moral.
Etika sebagai nilai dan dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang pertama. Nilai-nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral atau norma kesusilaan. Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi. pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk social atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar terbetuk kebaikan akhlak pribadi guna pnyempurnaan bentuk manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. membunuh, berzinah, mencuri dan sebagainya, tetapi dirasakan juga sebagai bertentangan dengan norma kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. Norma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir. Tetapi ditunjukan kepada sikap batin manusia. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi itu. kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah. Daerah berlakunya norma etik relative universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh ideology masyarakat pendukungnya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral, asusila, atau tidak etis. Pandangan ini bisa diterima oleh dimana saja atau universal. Namun, dalam hal tertentu, perlaku seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku amoral. Etika masyarakat timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berprilaku. Dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. norma etik menjadi semacam das-sollen untuk berperilaku baik. manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu baik sesuai dengan norma-norma etik. Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai-nilai etik pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan/keharusan bahwa budaya yang dicptakan manusia mengandung nili-nilai rtik yang kurang lebih bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai-nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. sebaliknya, budaya yang tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu memenuhi nilai-nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantug dari paham atau ideology yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan. hal ini dikarenakan berlakunya nilai-nilai etik bersifat universal, namun amat dipengeruhi oleh ideology masyarakatnya. Contohnya, budaya perilaku berduaan di jalan antara sepasang muda mudi, bahkan bermesraan di depan umum. masyarakat individu menyatakan demikian bukanlah perilaku tidak etis, tetapi aka nada sebagiano orang atau masyarakat yang berpandangan hal tersebut merupakan penyimpangan etik.

2.      Estetika manusia dalam berbudaya
Etika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan dengan nilai-nilai jelek (tidak indah). Nilai estetika berarti nilai tentang keindahan. Keindahan dapat diberi makna secara luas, secara sempit dan estetik murni.
a.       Secara luas, keindahan mengandung nilai kebaikan. bahwa segala sesuatu yang baik termasuk yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas meliputi banyak hal ,seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indahdan kebajikan yang indah. Indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang ada.apakah merupakan hasil seni, alam moral, dan intelektual.
b.      Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup presepsi penglihatan (bentuk dan warna).
c.       Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran, peradapan, dan perasaan, yang semuanya  dapat menimbulkan  presepsi (anggapan) indah.
Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai yang berkitan dengan baik-buruk, sedangkan estetika yang berkaitan dengan indah jelek. Sesuatu yang estetik berarti memenuhi unsure keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit, baik dalam bentuk warna, garis kata, ataupun nada). budaya yang estetik berarti budaya itu memiliki unsure keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relative universal, dalam arti bisa diterima banyak orang, Namun nilai estetik amat subjektif dan particular. sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Misalkan dua orang memandang sebuah lukisan, orang pertama akan mengakui keindahan yang terkandung di dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita, nilai-nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan. Budaya sebagai hasil karya mausia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsure keindahan. manusia sendiri memang suka akan keindahan. disinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua budaya pastilah dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. hal-hal yang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang di pandang indah oleh masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. contohnya, budaya suku-suku bangsa di Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya harus memenuhi nilai-nilai keindahan. Lebih dari itu estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh manusia lainnya. Keindahan adalah subjektif. Tetapi kita akan dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetik.

Sumber:http://asbarsalim009.blogspot.com/2014/04/mata-kuliah-ilmu-sosial-dan-budaya.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar